Inilah Jawaban Gus Baha, Kenapa Lailatul Qadar Tidak Harus Malam Ganjil?

14 April 2023, 02:47 WIB
Inilah jawaban Gus Baha, kenapa jatuhnya malam Lailayul Qadar tidak harus atau dipastikan pada malam ganjil di bulan Ramadhan saja? /Berita Bantul/

KARANGANYAENWS – Kaum muslim yang selama ini meyakini malam Lailatul Qadar jatuhnya pada malam tanggal ganjil, terutama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, wajib tahu. Inilah jawaban KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang lebih dikenal Gus Baha, kenapa jatuhnya malam Lailayul Qadar tidak harus atau dipastikan pada malam ganjil?

 

 

Kapan datangnya malam Lailatul Qadar, apakah dipastikan malam ganjil  sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana keyakinan umat Islam selama ini?  Itulah pertanyaan yang hingga sekarang sering terlontar baik dalam forum kajian Islam, pengajian maupun berbagai lini atau akun media sosial.

Sebagaimana dilansir KaranganyarNews.com dari unggahan kanal Youtube Kajian Cerdas Official, terkait kapan saatnya malam Lailatul Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan tersebut, Gus Baha menjelaskan setiap malam di bulam Ramadhan hendaknya dianggap sebagai malam Lailatul Qadar.

 Baca Juga: Doa Puasa Ramadhan Hari ke-24, Sabtu 15 April 2023: Memohon Dihindarkan Kemaksiatan

"Anggap aja malam Lailatul Qadar datangnya gak harus malam ganjil yang bilang harus ganjil itu siapa? Aneh-aneh aja," kata Gus Baha dalam akun Youtube Kajian Cerdas Official tadi, mempertanyakan kepada publik.

Dijelaskan Gus Baha, malam Lailatur Qadar itu datangnya mulai awal bulan Ramadhan. Malam Lailatul Qadar, sebagaimana dia katakana mulai awal bulan Ramadhan. Bahkan, menurutnya ada ulama yang menyebutkan malam Lailatul Qadar mulai bulan Syaban.

Sub Judul

 

 

"Orang saya sering dapat lailatul Qadar kadang bulan Maulud kadang Dzulhijjah," ungkapnya lagi. Ulama ahli tafsir Alquran tadi juga mengatakan, orang yang menganggap malam Lailatul Qadar itu hanya ada pada bulan Ramadhan, diibaratkan orang susah yang hanya punya uang setiap dapat THR.

 Baca Juga: Keutamaan Puasa Ramadhan Hari ke-23: Raih Pahala Seperti Memberi Makanan Setiap Anak Yatim

"Kalo orang dekat dengan Allah, ya bulan Syawwal, Dzulqaidah, Dzulhijjah ya dapet Lailatul Qadar," tambahnya. Menurut penuturan Gus Baha, Lailatul Qadar itu malam diturunkannya Alquran. Jadi bukan hanya pada bulan Ramadhan saja, karena Nabi (Muhammad) itu mendapat wahyu sepanjang bulan.

"Alquran itu turun Ramadhan aja atau pernah juga turun di bulan Syawwal?" tanya KH Ahmad Bahauddin Nursalim, dimaksud untuk meyakinkan pernyataan yang telah diuraikan sebelumnya.

Gus Baha memberikan contoh, wahyu terakhir turun tanggal 9 Arofah, bulan Dzulhijjah. Namun demikian, kenapa hal ini bukan menjadi hal yang perlu diperdebatkan. Menurutnya, terlalu memikirkan hal ini malah meribetkan diri sendiri. Contohnya, perkara Nuzulul Quran dengan Lailatul Qadar tadi.

 Baca Juga: Inilah Jawab Gus Baha, Harus Mendahulukan Buka Puasa Ramadhan atau Sholat Maghrib?

"Nuzulul Quran itu yang resmi tanggal berapa menurut kitab? Tanggal 17 Romadhan, Lailatul Qadar yang resmi berapa? 21, jadi Lailatul Qadar apa? Malam diturunkannya Alquran, jadi tanggal berapa? Lho kan," ungkapnya disambut gela tawa jamaah yang menghadiri kajiannya.

Jawaban dan penjelasan Gus Baha terkait kapan turunnya Lailatur Qadar tadi, dimaksud juga agar umat muslim tidak menyia-nyiakan setiap malam pada bulan  Ramadhan. Karena menurutnya, Lailatur Qadar bisa datang kapan saja.

Santri Mbah Moen

 

 

Sebagaimana diketahui, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disebut dengan panggilan Gus Baha’ lahir pada 29 September 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Gus Baha, putra KH Nursalim al-Hafizh.

 Baca Juga: 4 Dosa Besar di Bulan Ramadhan, Gus Baha: Waspadai, Selain Dibenci Juga Dilaknat Allah

Selain ulama pakar alquran, ayah Gus Baha juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA di Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Ayah Gus Baha merupakan santri KH Arwani al-Hafidz Kudus dan KH Abdullah Salam al-Hafidz Kajen Pati, nasabnya bersambung kepada para ulama besar di Indonesia.

Dari silsilah keluarga ayahnya, Gus Baha merupakan generasi ke empat ulama-ulama ahli Alquran. Sedangkan dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu.

 Baca Juga: Inilah Jawaban Gus Baha, Kenapa Sopir Bus dan Sopir Becak Diperbolehkan Tak Puasa Ramadhan?

Gus Baha kecil dididik belajar dan menghafalkan alquran secara langsung oleh ayahnya, dengan menggunakan metode tajwid dan makhorijul huruf secara disiplin.

Hal ini sesuai dengan karakteristik yang diajarkan oleh guru ayahnya, KH Arwani Kudus. Kedisiplinan tersebut membuat Gus Baha di usianya yang masih muda, sudah mampu menghafalkan alquran 30 Juz beserta Qiroahnya.

Menginjak usia remaja, ayahnya menitipkan Gus Baha mondok dan berkhidmah kepada KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Di Pondok Pesantren inilah keilmuan Gus Baha mulai menonjol baik ilmu hadits, fiqih, dan tafsir. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler