KARANGANYARNEWS - Banyaknya seniman di Indonesia mengabaikan dokumentasi karya seni dan administrasinya, berdampak sulitnya pemetaan, periodisasi, dan penyusunan sejarah kesenian.
Para peneliti harus bersusah payah mengumpulkan data tentang kesenian. Beruntung, ada sejumlah dokumentator dan arsiparis bersedia melakukan dokumentasi karya dan peristiwa kesenian, meskipun belum sepenuhnya memadai.
Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah Gunoto Saparie mengatakan, kegiatan pencatatan, penyimpanan, dan pemeliharaan karya, peristiwa, dan data kesenian, tidak banyak dilakukan secara sistematis oleh para seniman kita.
Baca Juga: Jurus Dewa Menulis Kreatif, Gunoto Saparie: Libatkan Emosi, Kreatif, Santai Tapi Serius
Bahkan, menurut Gunoto Saparie yang juga Ketua Umum Satupena Jawa Tengah, sering terjadi seorang sastrawan tidak memiliki satu buku karyanya yang telah diterbitkan. Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan.
“Lemahnya dokumentasi dan administrasi kita mungkin ada kaitannya dengan rendahnya kesadaran sejarah. Padahal dokumen dan arsip merupakan fakta sejarah,” katanya.
Ditambahkan, banyak kliping koran dan majalah yang dilakukan secara individual oleh seniman terbuang percuma karena tidak ada tempat, masalah finansial, dan sebagainya.
Baca Juga: Sinergitas FKUB - Satupena Jawa Tangah, Tahun 2023 Fokus Penguatan Moderasi Beragama
“Ketika para seniman di negara lain melakukan upaya digitalisasi dokumen dan arsip kesenian, kita masih berkutat pada masalah kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap hal ini,” tandasnya.