Perlunya Pertimbangkan Angka Ketercakupan Vaksin Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan

- 14 Juni 2022, 21:37 WIB
Tenaga kesehatan di Kabupaten Serang saat bersiap untuk menyuntikkan vaksin Covid 19.
Tenaga kesehatan di Kabupaten Serang saat bersiap untuk menyuntikkan vaksin Covid 19. /Kabar Banten/Dindin Hasanudin


KARANGANYARNEWS - Ketimpangan pelayanan kesehatan terkait Covid-19 termasuk akses vaksinasi membuat kelompok rentan dan masyarakat adat semakin terpinggirkan.

Di tengah rencana pemerintah mengubah status pandemi menjadi endemi, perlu memasukkan angka ketercakupan vaksin di masyarakat adat dan kelompok rentan, agar tidak menjadi ancaman lain di kawasan terpencil dan golongan rentan.

Indonesia ingin segera mengubah status Pandemi Covid-19 menjadi Endemi. Kabar terakhir, Bali mengklaim memenuhi lima syarat menjadi endemi menurut WHO (World Health Organization).

Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito pada Senin (13 Juni 2022) menyatakan, Bali dan mayoritas provinsi di Indonesia masih menunjukkan tren pelandaian.

Baca Juga: Disetujui BPOM, Vaksin PCV 13 Produk Pfiser Bisa untuk Anak hingga Dewasa

WHO mensyaratkan, transisi menuju endemi bisa terjadi apabila indikator-indikator ini terpenuhi:

Pertama, tingkat penularan di masyarakat harus kurang dari satu. Lalu yang kedua, angka positivity rate harus kurang dari 5 persen, tingkat perawatan di rumah sakit di bawah 5 persen, fatality rate kurang dari 3 persen, dan level pembatasan mobilitas (PPKM) pada transmisi lokal berada di tingkat 1.

Bali mengklaim, sudah memenuhi dari lima syarat itu. Pemerintah pun menindaklanjuti kemajuan ini dengan menyusun peta jalan perubahan penanganan Covid-19 menjadi pengendalian.

Tujuannya untuk segera melakukan transisi dari status pandemi menjadi endemi Covid-19. Bahkan, harapannya status endemi ini akan menjadi kado di Hari
Kemerdekaan nanti.

Baca Juga: Isu Hepatitis Akut Karena Vaksin Covid-19. Epidemiolog UGM Berikan Penjelasan

Selain itu, perubahan status juga harus sesuai dengan persetujuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan fase Covid-19 bisa selesai dan menuju endemi bisa terjadi pada pertengahan 2022, asal dua syaratnya terpenuhi.

Pertama, tingkat vaksinasi di beberapa negara sudah sangat tinggi dan harus
lebih didistribusikan secara merata.

Kedua, keparahan gejala Covid-19 yang dibawa varian Omicron tidak seberat varian-varian sebelumnya.

Baca Juga: Peminat Vaksin Booster Meningkat, Kepala Dinas Kesehatan Karanganyar : Sebagai Syarat Pengambilan BLT

Di Indonesia, tingkat vaksinasi masih belum merata, terutama pada kelompok rentan dan masyarakat adat yang belum terjangkau vaksinasi.

Bila distribusi vaksinasi belum merata, maka situasi endemi kemungkinan akan banyak terjadi di kelompok-kelompok rentan juga masyarakat adat.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan mendorong pemerintah menuntaskan vaksinasi untuk semua kalangan.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan ketercakupan vaksin pada masyarakat adat kelompok rentan dalam memutuskan perubahan status pandemi COVID-19 menjadi endemi.

Baca Juga: Penerima 1 Dosis Vaksin Janssen Bisa Lanjut Vaksinasi Booster

Menurut Koordinator Koalisi, Hamid Abidin, cakupan vaksinasi pada kelompok rentan dan masyarakat adat penting dipertimbangkan oleh pemerintah.

Sebab, kondisi di kedua kelompok ini bisa menjadi ukuran seberapa merata penanganan COVID-19.

“Masyarakat adat tinggal di wilayah terpencil, kalangan disabilitas umumnya minim akses kesehatan. Kondisi dua kelompok ini patut dipertimbangkan pengambil kebijakan,” ujar Hamid, yang juga menjabat Badan Pengurus Filantropi Indonesia.

Annas Radin Syarif, Ketua Tanggap Darurat Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) mengatakan pemerataan akses kesehatan, termasuk vaksinasi, begitu penting mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dan terdiri dari suku bangsa yang majemuk.

Baca Juga: Cara Akses Sertifikat Vaksin Internasional yang Diterbitkan Kemenkes

Annas mendorong adanya pemerataan distribusi dan pelaksanaan vaksinasi yang inklusif di kalangan masyarakat adat sebelum mengubah status menjadi endemi.

Annas mengkhawatirkan, jumlah cakupan vaksinasi nasional ini banyak terkonsentrasikan di wilayah pusat kota/kabupaten.

“Pemerintah kini perlu lebih fokus menggalakkan vaksinasi di kalangan petani, nelayan, atau masyarakat adat,” ujarnya.

Berdasar data vaksinasi Kementerian Kesehatan per 13 Juni 2022 secara nasional, untuk vaksin dosis I, sudah 96,45 persen dari 208,26 juta target atau sekitar 200,8 juta orang.

Sedangkan dosis II vaksinasi mencapai 80,72 persen atau 168,11 juta orang. Untuk vaksin dosis III atau booster, sudah ada 47,75 juta orang atau 22,93 persen yang telah disuntik vaksin.

Baca Juga: BPOM Terbitkan Persetujuan Penggunaan Darurat Vaksin Sinopharm sebagai Booster

Deputi Eksternal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Edo Rakhman menilai terlalu dini untuk menurunkan status menjadi endemi.

Sebab, secara nasional antara penerima vaksin dosis I dan dosis II masih terdapat selisih yang besar, sekitar 40 juta.

“Kalau pemerintah benar-benar ingin menurunkan status menjadi endemi, pemerintah harus memastikan betul masyarakat kita ini aman dari Covid-19,” ujar Edo.

Maka, pemerintah harusnya memberikan hak vaksin yang sama antara masyarakat di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan terluar) dengan masyarakat kota.
Agar wilayah di 3T bisa mencapai batas minimal vaksinasi 80 persen dari populasi untuk mendapatkan kekebalan komunitas (herd immunity).

Baca Juga: BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat untuk Vaksin Zifivax

“Untuk itu, perlu dipastikan cakupan vaksinasi mencapai 80 persen dan tersebar merata, sebelum mengubah status dari pandemi menjadi endemi,” kata dia.

Persebaran yang merata itu juga belum tentu mencakup seluruh masyarakat, utamanya kelompok rentan seperti kalangan disabilitas.

Menurut Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu, masih banyak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan vaksin.

Akses vaksinasi bagi kalangan disabilitas ini terbatas karena layanannya tak ramah difabel.

Mulai dari sisi informasi vaksin, pendaftaran, sampai lokasi vaksinasi.

“Saya masih sering menemukan kasus difabel belum mendapatkan vaksin,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan dari pandemi ke endemi jangan hanya mempertimbangkan jumlah yang divaksin, namun juga persebaran kalangan yang divaksin.

Halaman:

Editor: Andi Penowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x