Kondisi Mengenaskan Keraton Kartasura, Cikal Bakal Keraton Kasunanan Surakarta

- 23 April 2022, 04:52 WIB
Petilasan Keraton Kartasura.
Petilasan Keraton Kartasura. /wisatajateng

KARANGANYARNEWS – Tahun 1677 Keraton Mataram di Plered di Yogyakarta hancur karena pemberontakan Trunajaya dari Madura. Amangkurat Agung atau Amangkurat I melarikan diri ke tegal, dan mangkat dalam perjalanan.

Raden Mas Rahmat, putra Amangkurat  I, kemudian memindahklan Keraton Mataram lama ke Kartasura, sekaligus naik tahta bergelar Amangkurat II atau Sunan Amral (1677-1702).

Dialah Raja Mataram pertama yang  menempati Kartasura setelah kepindahannya dari Keraton Plered. Keraton Kartasura (1680-1742) dibangun selama tujuh bulan. 

Baca Juga: Akan Diadikan Bengkel, Benteng Bekas Keraton Kartasura Dijebol, Begini Kronologi Lengkapnya

Bentengnya  luas dan tebal mengelilingi keraton, berupa susunan batu bata rangkap dua dengan disangga papan di bagian luar dan dalam.

Pada masanya, parit besar penuh air mengelilingi keraton, seperti halnya keraton lama, Plered. Di sisi selatan tembok benteng Baluwarti terdapat alun-alun. Loji Kumpeni terletak agak jauh di bagian utara dari alun- alun utara.

Keraton Kartasurasendiri merupakan cikal bakal berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta. Keraton Mataram itu hancur pada masa pemerintahan Paku Buwono II karena pemberontakan Mas Garendi pada tahun 1742 yang dikenal dengan Geger Pecinan.

Baca Juga: Mengejutkan..! Adik Raja Solo Ungkap Penyebab Perusakan Bekas Benteng Keraton Kartasura

Pakubuwono II melarikan diri ke Ponorogo, dan akhir tahun 1743 memindahkan Keraton Kartasura ke tempatnya yang sekarang, Keraton Kasunanan Surakarta.

Kini, lebih dari 350 tahun, kondisi bekas Keraton Kartasura sungguh menyedihkan. Tembok dalam keraton atau Sri Manganti  telah hancur  rata dengan tanah, menyisakan sedikit bagiannya di beberapa tempat.

Benteng ini sebelumnya mengelilingi lahan seluas 2 hektar. Sedangkan  benteng luar, Baluwarti, diperkirakan mengelilingi lahan seluas 16 hektar. Saat ini, benteng Baluwarti hanya tersisa 100 meter.

Baca Juga: Menguak Misteri Suksesi Keraton Kasultanan Ngayojakartakarta Hadiningrat

Benteng Sri Manganti kini dipenuhi dengan perumahan permanen, kebun dan makam. Selain alun-alun, tempat tinggal puteri keraton (keputren) dan petamanan keraton telah menjadi pemukiman padat.

Sitihinggil, tempat yang ditinggikan di depan alun-alun, sebagian telah pula menjadi pemukiman. Puing-puing bangunan kuna yang tersisa adalah hanyalah gedung obat (mesiu), bangunan pos jaga Kumpeni. Namun, situs itu pun kini telah dipenuhi makam.

Tak ada kolam penuh air di Balekambang keraton, yang letaknya di tenggara keraton. Sebagai gantinya adalah pemukiman dan lapangan sepakbola. Sisa lainnya adalah gundukan tanah setinggi lebih dari 20 meter yang disebut penduduk Gunung Kunci.

Baca Juga: Konflik Putra Mahkota Meruncing, Paku Buwono XIII Bukan Pemilik Keraton

Di puncak gunung itu terdapat makam keramat. Tempat ini bekas segoroyoso, tempat rekreasi keluarga keraton, dibangun pada masa Paku Buwana I (1704-1709).

Bangunan macam itu mengikuti pola keraton Plered. Tak ada lagi bangunan keraton yang utuh. Mas Garendi meluluhlantakkan seluruh bagian keraton.

Lahan di sekitar benteng Baluwarti tak jauh berbeda. Kondisi tembok batu bata setinggi 3 meter dengan tebal setengah meter itu pun sangat memprihatinkan. Tanaman merambat dan lumut merayapi badannya.

Baca Juga: KGPH Purbaya Putra Mahkota Keraton Surakarta, Inilah Profil dan Rekam Jejaknya

Beberapa bagian dinding bahkan ambrol termakan usia dan diterjang akar liar. Benteng Baluwarti dan Sri Manganti sudah hancur. 

Benteng Baluwarti hanya menyisakan  sekitar 100 meter yang masih berdiri. Sementara tembok sisi barat bagian dalam atau Sri Manganti, terdapat lubang besar yang konon bekas dijebol saat geger pecinan.

Di dalam benteng Sri Manganti dulunya ada bangunan utama keraton, masjid agung, bangsal, gedong obat (tempat menyimpan mesiu) dan bangunan lain.

Baca Juga: Keraton Surakarta Memanas Lagi, Penobatan Putra Mahkota Diperdebatkan

Di sisi utara benteng terdapat alun-alun dan taman kerajaan yang kini dikenal dengan nama Gunung Kunci.

Dibandingkan tembok Baluwarti, tembok bagian dalam Sri Manganti yang mengelilingi keraton atau cepuri, masih kelihatan wujud keseluruhannya. 

Namun di dalam tembok hampir tidak ada bangunan apa pun dari keraton yang tersisa, karena sudah dipenuhi dengan makam dan beberapa rumah penduduk.

Baca Juga: Rencana Revitalisasi Keraton Surakarta, Gibran ke TKP

Tempat ini hanya menyisakan petilasan Raja Kartasura,Amangkurat II, Amangkurat III, Pakubuwono I, Amangkurat IV dan Paku Buwono II yang terletak di bawah pohon beringin besar.

“Mulanya petilasan ini hanya berupa gunudukan tanah. Karena sering longsor, Keraton  Kasunanan membuat bangunan permanen berupa batu alam. Dua buah batu besar diletakkan di atas petilasan sebagai penanda,” ujar Haris yang sudah 40 tahun lebih menjadi juru kuci.

Dia menambahkan selain para kerabat keraton,banyak juga penduduk setempat yang dimakamkan di tempat ini. Biasanya mereka adalah  para abdi dalem.

Baca Juga: Hari Ini, Bhre Cakrahutomo Resmi Jadi Mangkunegara X

Beberapa di antara mereka pernah ditugaskan oleh Keraton Surakarta untuk merawat Keraton Kartasura yang telah ditinggalkan.

Sebab, menurut kepercayaan Jawa, bila keraton pusat kejayaan dan kebesaran sebuah kerajaan telah dirusak, maka tempat itu sudah tidak boleh didirikan pusat pemerintahan lagi dan harus dijadikan tempat pemakaman.

Di kompeks makam itu terdapat makam Kanjeng Bendoro Raden Ayu (BRA) Adipati Sedah Mirah, pujangga sekaligus selir pertama Paku Buwana IX. Sedah Mirah juga dikenal sebagai penulis kitab Ponconiti.

Baca Juga: Pulang ke Pura Mangkunegaran, Paundrakarna Berdamai dengan Bhre Cakrahutomo? Ini yang Akan Dilakukan

Selain makam Sedah  Mirah, beberapa makam yang juga dikeramatkan masyarakat, antara lain makam Mas Ngabehi Sukareja, Makam KPH Adinegoro, dan Makam Ki Nyoto Carito (dalang terkenal) semasa Paku Buwono II.

Masih menurut juru kunci, beberapa tahun lalu makam-makam keramat itu tidak pernah sepi dari peziarah.

Mereka berziarah sekaligus ngalap berkah agar keinginannya terkabul, seperti panjang umur, murah rezeki, dapat jodoh, atau pun  sekadar untuk mendapatkan ketenangan batin.

Baca Juga: Suksesi Pura Mangkunegaran; Inilah Isarat Dibalik Pertemuan Paudra dan Bhre

Namun, sejak tahun 2005 Keraton Kasunanan melarang peziarahan karena makam disalahgunakan untuk musrik.

Kini Keraton Kartasura tinggal puing. Namun bangunan sisa bekas keraton itu menjadi bukti bahwa di Kartasura, ratusan tahun lalu pernah ada sebuah kerajaan besar bernama Mataram.***

 

Editor: Ken Maesa Pamenang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah