Salah seorang Atthasilani, Gunanandini, menyambut ramah dan hangat kehadiran para penyair anggota Satupena Jawa Tengah dan para tokoh lintas agama dan iman yang mengucapkan selamat Hari Trisuci Waisak.
Baca Juga: Puisi Lebih Menyentuh Hati, Puluhan Penyair Gemakan Moderasi Beragama di Vihara Tanah Putih Semarang
Bahkan, mereka berpartisipasi aktif dalam Parade Baca Puisi Moderasi Beragama. Gunanandini menuturkan, proses penasbihan Atthasilani ada berbagai persyaratan lainnya yang mesti terpenuhi peserta Atthasilani.
Untuk jadi Atthasilani, selain harus mendapat izin dari keluarga juga harus bersedia ikut aturan latihan Atthasilani. Tidak punya penyakit menular, minimal berusia 7 tahun dan maksimal usianya itu 60 tahun.
Mereka dapat memilih untuk melanjutkan pelatihan sebagai seorang Atthasila, atau kembali menjalani kehidupan sebagai umat biasa. Dalam agama Buddha, ada dua pola kehidupan.
Baca Juga: Antologi Puisi Merayakan Perjumpaan dengan Sang Ada, akan Dikupas Aktifis Feminis Myra Diarsi
"Pertama, pola kehidupan rumah tangga. Kedua, meninggalkan pola kehidupan rumah tangga. Itu semua pilihan, tergantung pada sejauh mana kapasitas kemampuannya, seberapa lama bisa menjalaninya,” kata dia.
Melepas Mahkota
Melalui pelatihan Atthasilani, kata Gunanandini, semua peserta menjalani kehidupan bak seorang Bhikku di Vihara Tanah Putih dan mengikuti Pindapata, menerima makanan dari umat.