Muhasabah Pergantian Tahun Baru, Bagaimana Menurut Syariat Islam?

1 Januari 2023, 20:05 WIB
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni: Kabid Komunikasi dan Media, Asosiasi FKUB Indonesia dan Ketua MPI PDM Klaten /Dok. Kustawa Esye/

KARANGANYARNEWS - Seiring momentum pergantian tahun, banyak warga masyarakat yang melakukan muhasabah atau sering disebut juga introspeksi diri.

Saking memasyarakatnya, bahkan tidak sedikit yang beranggapan muhasabah hanya afdol dilakukan setahun sekali, tepatnya saat melepas akhir tahun dan menyambut kedatangan tahun baru.

Di sisi lain, ada juga orang-orang yang mengabaikan atau menyepelekan intrspeksi diri, seakan tidak punya keinginan untuk memperbaiki dan menata dirinya.

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Menjemput Isyarat Keajaiban Allah dengan Doa

"Menyepelekan muhasabah dalam segala hal, menyebabkan kehancuran diri seseorang yang bersangkutan. Mengapa demikian?" Tanya Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd. 

Alasan pertama, menurut Kabid Komunikasi dan Media Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia tadi, karena orang yang tidak mau muhasabah tadi lebih banyak mengikuti hawa nafsunya, sehingga tertipu dengan matamorgana kenikmatan dunia.

Alasan kedua, lanjut Moch Isnaeni yang juga Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daeran Muhammadiyah (PDM) Klaten, biasanya mereka menyandarkan diri kepada ampunan Allah saja, sehingga tidak lagi peduli untuk mengintrospeksi dirinya sendiri.

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Catat, Inilah Isyarat Buta Mata Hati Umat Manusia

Bagaimana pandangan Islam terkait syariat  mengintrospeksi diri atau muhasabah?

Dijelaskan, secara etimologi muhasabah berasal dari Bahasa Arab yang artinya menghisab atau menghitung. Dalam penggunaan katanya, muhasabah diidentikkan dengan menilai diri sendiri.

Dalam melakukan muhasabah, seorang muslim menilai dirinya, apakah dirinya lebih banyak berbuat baik (beribadah) ataukah malah lebih banyak berbuat jahat (bermaksiat) dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Catat, Inilah Isyarat Buta Mata Hati Umat Manusia

"Dia mesti objektif melakukan penilaian, dengan menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai landasan utama untuk melakukan penilaian, bukan berdasar keinginan hawa nafsunya," kata dia.

Idealnya seorang muslim melakukan muhasabah tiap hari. Dicontohkan setiap menjelang tidur kita mengevaluasi diri apakah hari ini sudah melakukan banyak kebajikan atau kejahatan, seberapa banyak kejahatan  dilakukan, dan seberapa banyak kebaikan yang kita perbuat?

Tidak sebagaimana anggapan sebagian masyarakat saat ini, mengatakan waktu paling tepat atau terafdol untuk muhasabah hanya setiap pergantian tahun atau ketika tertimpa bencana.

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Wajib Tahu, Inilah 5 Keutamaan Sunnah Qobliyah Zhuhur

Terkait muhasabah ini, disebutkan Moch Isnaeni yang juga Sekretaris Dai Kamtibmas Polres Klaten, Abdul Aziz bin Abi Rawwad mengelompokkan kehidupan manusia dalam 3 golongan, masing-masing:

  1. Golongan orang beruntung, jika hari ini lebih baik dari hari kemarin. Maksudnya, amal perbuatannya hari ini lebih baik dari hari kemarin.
  2. Golongan orang merugi, jika hari ini sama dengan hari kemarin. Dengan demikian, amal perbuatannya hari ini sama dengan hari kemarin.
  3. Golongan orang celaka, jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Ini berarti, amal perbuatannya hari ini lebih sedikit atau dosa yang diperbuatnya lebih banyak dari hari kemarin.

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Inilah 3 Syariat Jikalau Tak Mampu Berbuat Kebaikan

Maka dimanakah untuk kita, metode yang bagus untuk mengatasi kekuasaan nafsu ammarah atas hati seorang mukmin adalah dengan selalu mengintrospeksi dirinya.

Hal itu pun telah banyak disebutkan para ulama, diantaranya Hasan al-Bashri—rahimahullah—berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya sendiri karena Allah.

Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi.”

Baca Juga: Ceramah Tausiah: Mudah Dilakukan, 4 Amalan Hari Jumat Penuai Inayah dan Karomah Tertinggi

Imam Ahmad dalam kitab Az Zuhud dan at-Tirmidziy dalam Sunannya meriwayatkan secara mauquf  dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab! Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang! Sesungguhnya berinstropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab kemudian hari.”

Begitu juga dengan hari ‘aradh (diperlihatkanya amalan seseorang) yang agung. Allah berfirman (artinya):

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh… . (QS. Ali Imran: 30).

Baca Juga: Ceramah Tausiah: 6 Syariat Menggapai Kebahagiaan Dunia Akhirat, Menurut Alquran

Jadi benarlah adanya, bagi setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk tidak melupakan introspeksi kepada dirinya, kerena dari muhasabah itulah kita dapat mengambil pelajaran untuk perbaikan berikutnya.  ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler