KARANGANYARNEWS - Luluh lantak hati Pangeran Sambernyawa, markasnya di Mojoroto dibumihanguskan prajurit Keraton Kartosuro dan pasukan Kompeni Belanda, tak sedikitpun tersisa.
Mengetahui Pangeran Sambernyawa membangun pesanggrahan yang juga markas di Desa Mojoroto, sekarang masuk wilayah Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, Raja Keraton Kartosuro, Susuhunan Paku Buwana II, sangat mengkawatirkan kelangsungan kekuasaannya.
Demi tahta kerajaannya, Susuhunan Paku Buwono II yang kian terjerat intrik politik kolonial Belanda, memenuhi saran Mayor Hohendorff petinggi VOC membumihanguskan markas Pangeran Sambernyawa di Mojoroto.
Baca Juga: Mendedah Filosifi Jawa, 7 Maqom Keteladanan Spirit Reliqius Pangeran Sambernyawa
Perhitungan logika matematik dalam strategi perang Pangeran Sambernyawa, memang sangat jitu. Mengetahui akan ada penyerangan dari Keraton Kartosuro dan VOC, demi strategi perang yang telah dirancang jauh sebelumnya, memilih menghindar bersama seluruh pengikutnya.
Begitu prajurit Keraton Kartosuro dan bala tentara VOC tiba di Mojoroto, markas Pangeran Sambernyawa sudah kosong. Sebagai pelampiasannya, seluruh bangunan menyerupai istana keraton tadi dibumihanguskan hingga luluh lantak, tak tersisa sedikitpun bekasnya.
Dari Mojoroto, Pangeran Sambernyawa yang juga semasa kecilnya bernama Raden Mas Said beserta pengikutnya menuju lereng barat Gunung Lawu belahan selatan. Tepatnya ke Dusun Segawe, kini masuk wilayah Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.
Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 1: Raden Mas Said, Putra Bangsawan yang Terbuang
Dalam perjalanan gerilyanya Pangeran Sambernyawa bertemu seorang wanita tua di suatu pedukuhan. Di luar dugaannya, perempuan yang disebut-sebut bernama Nyi Ageng Karang tadi, adalah Raden Ayu Sulbiah istri Pangeran Diponagoro.
“Bukan Pangeran Diponegoro era Perang Jawa (1825-1830 Masehi) tapi Pangeran Diponagoro putra Sinuhun Susuhunan Paku Buwono I di era kekuasaan Paku Buwono II Keraton Kartosuro (1726-1742 Masehi),” terang Ki Panji Koeswening, tim penulis yang juga editor buku ‘Sejarah dan Warisan Adiluhun Raden Mas Said’.
Dikisahkan budayawan yang juga sejarawan tadi, Pangeran Diponagoro melakukan pemberontakan terhadap VOC yang bermarkas di Madiun. Atas tipu daya dan intrik licik Belanda, suami Raden Ayu Sulbiah yang bergelar Panembahan Herucakra tadi, ditangkap dan dibuang ke Afrika Selatan hingga wafat dalam pengasingan VOC.
Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 2: Hengkang dari Istana Melunasi Spirit Patriotiknya
Semenjak Pangeran Diponagara (Panembahan Herucakra) dibuang ke Afrika oleh kolonial Belanda, Raden Ayu Sulbiyah memilih mengasingkan diri mengembara ke lereng barat Gunung Lawu.
Dalam pengembaraanya Raden Ayu Sulbiyah yang kemudian dikenal Nyai Dipo, terus melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Selain melatih ulah kanuragan, juga mendidik strategi perang gerilya kepada para wanita hingga terbentuklah laskar perempuan lereng Gunung Lawu.
Dalam pertemuannya dengan Nyai Dipo, Pangeran Sambernyawa mendapat wejangan spiritual reliqius maupun strategi melalui menu makanan jenang atau bubur bekatul yang disuguhkan Raden Ayu Sulbiah kepada Raden Mas Said dan pengikutnya.
Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 3: Nyai Ageng Karang, Cikal Bakal Kabupaten Karanganyar
Dirunut silsilah trah raja-raja dinasti Mataram Islam, disebutkan Pangeran Sambernyawa adalah putra Pangeran Aryo Mangkunegara, buah perkawinannya dengan Raden Ajeng Wulan putri Kanjeng Pangeran Aryo Balitar.
Pangeran Sambernyawa, tak lain adalah cucu Panembahan Heru Cakra, suami Raden Ayu Sulbiyah yang setelah mengembara dan menetap di lereng barat Gunung Lawu, bergelar Nyai Ageng Karang sering dipanggil juga Nyai Dipo. (Bersambung) ***