“Bukan Pangeran Diponegoro era Perang Jawa (1825-1830 Masehi) tapi Pangeran Diponagoro putra Sinuhun Susuhunan Paku Buwono I di era kekuasaan Paku Buwono II Keraton Kartosuro (1726-1742 Masehi),” terang Ki Panji Koeswening, tim penulis yang juga editor buku ‘Sejarah dan Warisan Adiluhun Raden Mas Said’.
Dikisahkan budayawan yang juga sejarawan tadi, Pangeran Diponagoro melakukan pemberontakan terhadap VOC yang bermarkas di Madiun. Atas tipu daya dan intrik licik Belanda, suami Raden Ayu Sulbiah yang bergelar Panembahan Herucakra tadi, ditangkap dan dibuang ke Afrika Selatan hingga wafat dalam pengasingan VOC.
Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 2: Hengkang dari Istana Melunasi Spirit Patriotiknya
Semenjak Pangeran Diponagara (Panembahan Herucakra) dibuang ke Afrika oleh kolonial Belanda, Raden Ayu Sulbiyah memilih mengasingkan diri mengembara ke lereng barat Gunung Lawu.
Dalam pengembaraanya Raden Ayu Sulbiyah yang kemudian dikenal Nyai Dipo, terus melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Selain melatih ulah kanuragan, juga mendidik strategi perang gerilya kepada para wanita hingga terbentuklah laskar perempuan lereng Gunung Lawu.
Dalam pertemuannya dengan Nyai Dipo, Pangeran Sambernyawa mendapat wejangan spiritual reliqius maupun strategi melalui menu makanan jenang atau bubur bekatul yang disuguhkan Raden Ayu Sulbiah kepada Raden Mas Said dan pengikutnya.
Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 3: Nyai Ageng Karang, Cikal Bakal Kabupaten Karanganyar
Dirunut silsilah trah raja-raja dinasti Mataram Islam, disebutkan Pangeran Sambernyawa adalah putra Pangeran Aryo Mangkunegara, buah perkawinannya dengan Raden Ajeng Wulan putri Kanjeng Pangeran Aryo Balitar.
Pangeran Sambernyawa, tak lain adalah cucu Panembahan Heru Cakra, suami Raden Ayu Sulbiyah yang setelah mengembara dan menetap di lereng barat Gunung Lawu, bergelar Nyai Ageng Karang sering dipanggil juga Nyai Dipo. (Bersambung) ***