Candi Cetho secara administratif terletak Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa tengah. Laporan ilmiah pertama kali mengenai Candi Cetho, dibuat oleh Van de Vlies pada tahun 1842 dan A.J. Bernet Kempers.
Selanjutnya ditangani oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda pada tahun 1928 ( Oudheiddienst Dienst). Candi Cetho berdasarkan prasasti yang berupa sangkalan welut wiku anakut iku, oleh Bernet Kempers, ahli purbakala Belanda, diartikan sebagai tahun Saka 1373 atau tahun 1451 Masehi, (Masa akhir Majapahit).
Baca Juga: Weton Selasa Pahing: Jangan Bermain Api Asmara, Inilah Dahsyatnya Karunia Pelet Penjerat Jiwa
Pendapat Bernert Kempers ini, dikuatkan dengan penemuan batu yang berhiaskan lambang kebesaran Majapahit, yaitu “Surya Majapahit” di halaman Candi Cetho.
Namun patut disayangkan, adanya pemugaran yang tidak melibatkan ahli arkeologi akhirnya banyak menghilangkan keaslian bentuk awal dari Candi Cetho.
Seperti pemugaran pada akhir 1970-an yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten presiden Suharto, banyak mengubah struktur asli candi, meskipun konsep punden berundak tetap dipertahankan.
Baca Juga: Wanita Kelahiran Neptu Weton Selasa Pahing: Catat dan Waspadai, Jerat Bujuk Rayu Lawan Jenismu
Pemugaran ini, banyak dikritik para pakar arkeologi. Beberapa objek baru hasil pemugaran yang dianggap tidak asli adalah gapura megah pada bagian depan kompleks.
Selain itu, juga bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung yang dinisbatkan sebagai Sabdapalon, Nayagenggong, BrawijayaV, dan bangunan kubus pada bagian puncak punden. ***