Heroisme Burung Garuda di Candi Kidal, Menginspirasi Cita-cita Luhur Nenek Moyang Bangsa Indonesia

3 Maret 2023, 15:35 WIB
Candi Kidal di Dusun Krajan, Desa Rejo Kidul, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur /BPCB Jawa Timur/

KARANGANYARNEWS - Kisah heroisme Burung Garuda membebaskan perbudakan yang diderita ibunda tercintanya, sebagaimana tereksplorasi pada Candi Kidal, selain diadopsi para 'founding father' juga menjadi cita-cita luhur nenek moyang bangsa Indonesia.

Candi Kidal terletak di Dusun Krajan, Desa Rejo Kidul, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi Kidal, candi Hindu (Siwa) yang dibangun untuk memuliakan atau mengenang Raja Anusapati. Raja kedua kerajaan Singasari, meninggal tahun 1248 Masehi.

Candi Kidal menghadap ke barat, dilengkapi tangga masuk ke bilik candi. Denah bangunannya berbentuk segi empat, dengan gaya Jawa Timur yang menonjol, bentuk bangunan candi yang tinggi dan ramping.

Baca Juga: Menginspirasi Stadion Kanjuruhan dan Gajayana, Inilah Misteri Arkeologi Dibalik Candi Badut

Di atas pintu masuk candi Kidal dihiasi kepala Kala, begitu pula pada relung-relungnya. Atap Candi Kidal sebagian telah rusak, kemungkinan besar atap Candi Kidal berbentuk kubus, seperti lazimnya candi-candi di Jawa Timur.

Sebagaimana tertulis dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca dari Majapahit, Bathara Anusanatha (Raja Anusapati) didharnakan di Kidal dan diwujudkan sebagai arca Siwa. Namun demikian, sekarang arca tersebut sudah tidak ditemukan pada bilik utama candi.

Nama “Kidal” yang memiliki arti kiri, mengandung dua pengertian. Pertama, Raja Anusapati adalah pengikut aliran Siwa yang menyimpang dari ajaran Siwa.

Baca Juga: Test Keperawanan di Candi Sukuh, Akurat Tanpa Bantuan Medis

Hal itu tampak pada pemilihan relief cerita pada Candi Kidal yang lebih memilih cerita Garudeya, cerita yang popular di kalangan penganut aliran Wisnu, daripada memilih relef certita yang bertema Siwa.

Arti Kidal yang kedua, bermakna “Sang Anusanatha" atau Raja Anusapati adalah “anak kiri” dari Raja Ken Arok Sang Amurwabhumi, Pendiri kerajaan Singasari. Raja Anusapati, adalah anak Ken Dedes dengan Akuwu Tunggul Ametung.

Pendapat lain sebagaimana dikemukan Drs. Banu Harganta, menurut  Arkeolog Klasik ini nama “Kidal” diduga berasal dari cara pembacaan relief yang tidak lazim di Candi Kidal.

Baca Juga: Candi Cetho, Wisata Eksotik nan Instagrammable di Timur Laut Karanganyar

Disebutkan, pada umumnya pembacaan relief dilakukan dengan cara “Pradaksina” (Menganankan Candi), tetapi pada Candi Kidal dengan cara “Prasawiya” (Mengirikan Candi). Kidal dalam bahasa Jawa Kuno, bermakna “Kiri”.  

Heroisme Burung Garuda

Relief cerita yang dipahatkan di Candi Kidal, diambil dari cerita Garudeya. Cerita tersebut menggambarkan perjuangan Garuda dalam usaha membebaskan Ibunya (sang Winata) dari perbudakan ibu para naga (sang Kadru).

Kisah burung Garuda, berdasarkan kitab Mahabarata  bagian pertama atau kitab Adiparwa, diceritakan Garuda merupakan anak Begawan Kasyapa. Begawan ini memiliki dua istri, Sang Kadru dan Sang Winata.

Baca Juga: Diundang Pertemuan Menteri Kebudayaan G20, Ganjar: Optimalkan Promosi Candi Borobudur

Kedua istri Begawan Kasyapa itu ternyata tidak memiliki seorang anak,  akhirnya Kasyapa memberikan 1000 telur kepada Sang Kadru dan 2 telur untuk Winata.

Keberuntungan dialami oleh Sang Kadru, dalam waktu yang tak lama telur Kadru menetas menjadi 1000 ekor naga. Sementara, dua telur yang dikasihkan kepada Winata, tak kunjung menetas.

Winata yang malu memecah satu telur tersebut, keluarlah seekor burung kecil yang belum sempurna bentuknya, diberi nama Aruna yang kelak dikisahkan menjadi kusir Dewa Matahari (Dewa Surya).

Sementara telur yang masih tersisa satu, dijaganya baik-baik. Setelah sekian lama telur dirawat, akhirnya menetas menjadi seekor burung yang kemudian diberi bernama Garuda.

Baca Juga: Chek Fakta, Benarkah Candi Borobudur Tak Masuk 7 Keajaiban Dunia?

Suatu hari, Winata kalah bertaruh dengan Kadru dalam menebak warna ekor kuda Uchaiswara yang keluar dari samodera. Winata seharusnya menjadi pemenang, karena tepat tebakannya warna ekor kuda Uchaiswara bewarna putih.

Namun karena kelicikan Kadru dan anak-anaknya para naga, ekor kuda Uchiswara tadi berubah menjadi berwarna hitam. Winata yang kalah dalam taruhan ini, dijadikan budak oleh Sang Kadru untuk merawat 1000 ekor naga.

Garuda menjadi sangat marah dan bertekad membebaskan Sang Ibu, dia menyerang para naga. Pertempuran antara Garuda yang dikerubut 1000 naga amat dahsyat, berlangsung lama dan tidak ada yang kalah maupun menang.

Baca Juga: Dahsyatnya Pelet Penjerat Hati Wanita Weton Sabtu Wage, Dibalik Misteri Titisan Dewi Nawang Wulan

Akhirnya para naga bersedia membebaskan Winata, asal Garuda dapat menukar dengan air kehidupan milik dewa,  atau Tirta Amerta. Demi kebebasan Sang Ibu, Garuda menyanggupi dan terbang ke tempat para dewa.

Tentu saja para dewa tak bisa melepaskan Tirta Amerta. Perang tak terhindarkan, bagi Garuda lebih baik mati bila pulang tanpa membawa hasil.

Beruntung, Dewa Wisnu datang dan berhasil memadamkan kemarahan Garuda.

Dewa Wisnu berjanji akan memberikan Tirta Amerta, dengan syarat Garuda mau menjadi tunggangannya. Demi pembebasan Sang Ibu tercinta, Garuda pun menerima persyaratan Dewa Wisnu tadi.

Baca Juga: Weton Sabtu Wage: Pilih Salah Satu, Inilah 8 Jodoh Pinasti Dijamin Sukses Menggapai Karir Profesi

Pertukaran Sang Ibu dengan Tirta Amerta pun terjadi, namun Garuda memberikan pesan dari Dewa Wisnu jikalau untuk bisa hidup abadi sebelum minum air dewa, mereka harus membersihkan diri atau sesuci terlebih dahulu.

Dikarenakan 1000 naga tadi ingin hidup abadi semua, mereka berebut dahulu terjun ke samodera untuk membersihkan dir. Para naga melupakan guci berisi Tirta Amerta yang tergeletak di tengah ilalang, disaat itulah Dewa Wisnu diam-diam mengambil air kehidupan tadi.

Betapa marahnya  para naga, setelah mengetahui guci Tirta Amerta sudah tidak ada. Para naga mengira air Tirta Amerta itu tumpah di rumput ilalang,  maka dengan rakusnya mereka menjiliti ilalang hingga membelah lidahnya.

Baca Juga: Rekomended Bersama Keluarga Tercinta: 5 Destinasi Unik Nan Eksotik di Berbah, Kabupaten Sleman

Kegigihan Garuda membebaskan ibunya dari belenggu perbudakan inilah, kemudian diadopsi oleh para 'founding father'. Garuda, mereka maknai sebagai simbol pembebasan ibu pertiwi dari belenggu penjajahan.

Dengan lambang Garuda yang perkasa, para pendahulu berharap Indonesia menjadi bangsa yang bebas menentukan nasib dan masa depannya sendiri.***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler