Sisi Lain Keunikan Candi Kalasan, Bukti Toleransi Beragama Nenek Moyang Masyarakat Jawa

5 Maret 2023, 16:35 WIB
Candi Kalasan, bangunan monumental agama Buddha salah satu bukti tolernsi beragama telah dilakukan masyarakat Jawa Kuno /BPCB Jogja/

KARANGANYARNEWS– Sebuah kenyataan pahit, toleransi umat beragama di Indonesia masih jauh dari harapan banyak pihak. Menurut laporan tahunan yang dirilis Setara Institute, tercatat terjadi 175 peristiwa dengan 333 pelanggaran KKB di Indonesia di tahun 2022.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan upaya toleransi yang telah dilakukan masyarakat Jawa Kuno berabad silam.  Salah satu bukti tolernsi beragama masyarakat Jawa Kuno, bangunan monumental berbentuk bangunan suci agama Buddha yaitu Candi Kalasan.

Pada  Candi peninggalan kebesaran Agama Buddha inilah kita menemukan rekam jejak bukti toleransi antar umat beragama yang kuat di tanah Jawa, baik di kalangan para penguasanya maupun rakyat jelata. 

Baca Juga: 5 Desa Wisata Lereng Gunung Merapi, Rekomended untuk Berlibur dan Menginap Bersama Keluarga

Candi Kalasan terletak di Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kurang lebih 14 km di timur Kota Yogyakarta.

Hanya beberapa puluh meter dari jalan raya Jogya-Solo km 14, di sebelah kanan jalan raya. Candi Kalasan saat ini keadaannya sudah banyak yang runtuh, termasuk bagian atap candinya,

Bila dilihat sepintas Candi Kalasan kurang menarik, namun sesungguhnya bila diperhatikan lebih seksama, Candi kalasan banyak menyimpan hal-hal yang menakjubkan.

Baca Juga: Unik Nan Legendaris: Inilah 6 Jalan dan Tempat, Membuat Setiap Orang Move On Yogyakarta

Salah satu keunggulan Candi Kalasan, keindahan hiasan-hiasan reliefnya. Begitu indahnya hisan reliefnya, sehingga konon Candi Kalasan disebut sebagai “permata kesenian”.

Lebih hebat lagi seperti dilansir KaranganyarNews.Com dari buku 'Seri Fakta dan Rahasia Dibalik Candi: Mengenal Candi', dijelaskan tidak jauh dari Candi Kalasan pernah ditemukan sebuah prasasti bertuliskan huruf pre-nagari dan berbahasa Sansekerta.

Prasasti tersebut, menjelaskan Desa Kalasan dan pembangunan sebuah kuil. Secara tegas prasasti tersebut menyebutkan, maksud pembuatan kuil atau candi untuk memuliakan Dewi Tara pada tahun 700 Saka atau tahun 778 Masehi.

Baca Juga: Heroisme Burung Garuda di Candi Kidal, Menginspirasi Cita-cita Luhur Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Berdasarkan prasasti inilah, para ahli arkeologi sepakat menamakan Candi Pemujaan Dewi Tara itu Candi Kalasan. Menurut Insinyur van Romondt yang mengadakan penelitian dari sudut ilmu rancang bangun, Candi Kalasan dalam jangka panjang pernah mengalami beberapa kali perombakan.

Perombakan itu, menurutnya bukan perombakan terbatas tetapi perombakan menyeluruh. Atas hasil penelitian Romondt tadi, tahun pembangunan 778 Masehi adalah tahun pembangunan Candi Kalasan yang lama.

Mengapa candi ini harus dilakukan perombakan, belum ada sarjana yang bisa menjelaskan. Ditambahkan ahli purbakala Belanda Bernet Kempers, Candi Kalasan yang nampak seperti sekarang ini dibangun abad IX Masehi.

Baca Juga: Menginspirasi Stadion Kanjuruhan dan Gajayana, Inilah Misteri Arkeologi Dibalik Candi Badut

Disebutkan dalam buku 'Seri Fakta dan Rahasia Dibalik Candi: Mengenal Candi', Candi Kalasan dibagi menjadi tiga bagian yang melambangkan 3 lingkungan alam semesta.

Masing-masing Bhurloka (lingkungan mahkluk hidup) diwujudkan bagian kaki candi, Bhuvarloka (lingkungan setengah dewa) dilambangkan bagian tubuh candi, dan Swarloka (lingkungan para dewa) yang digambarkan bagian atap candi.

Di atas pintu masuk dihiasi relief kala makara, karya seni pahat terindah pada jamannya. Di dalam bilik tengah candi dahulu kala terdapat arca induk (Dewi Tara) dari perunggu setinggi 6 meter, karena tingkat resiko hilang tinggi pemerintah Belanda mengamankannya di museum negeri Belanda.

Baca Juga: Rekomended Bersama Keluarga Tercinta: 5 Destinasi Unik Nan Eksotik di Berbah, Kabupaten Sleman

Daya tarik yang lain, adanya toleransi beragama pada pendirian candi agama Buddha itu. Toleransi di Candi Kalasan, terlihat adanya kenyataan yang ditulis dalam Prasasti Kalasan.

Dalam prasasati tersebut diseebutkan, Candi Kalasan dibangun atas kerjasama antara dua raja berlainan agama dan berlainan juga wangsa atau dinastinya.

Raja Panangkaran dari Kerajaan Mataram Kuno berwangsa Sanjaya, beragama Hindu telah menghadiahkan sebidang tanah di Desa Kalasan untuk mendirikan banguan suci agama Buddha.

Baca Juga: Jangan Salah Pilih: Inilah Citarasa dan Ciri Khas Durian Bawor Kalibawang, Kulon Progo

Dimaksud untuk memuliakan Dewi Tara, suatu bukti menciptakan kerukunan hidup bersama oleh masyarakat berlainan agama telah ada pada abad ke VIII atau abad IX di Indonesia.

Terkait hal ini, sebagaimana dilansir KaranganyarNews.Com dari buku 'Etika Jawa' Franz Magnis Suseno disebutkan, "…rupa-rupanya di Pulau Jawa, Siwaisme dan Budhaisme dapat berkoeksistensi dengan berdamai satu disamping yang lain…rupa-rupanya raja-raja di Jawa tidak tertarik pada suatu agama eksklusif…". ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler