Baca Juga: Taman Sari Jogja, Eksotika Peninggalan Sejarah Sultan Hamengku Buwono I
Dalam Negarakertagama pupuh 41, diperoleh gambaran kehebatan toleransi Raja Kertanegara. Dijelaskan, leluhur Kertanegara, Raja Wisnuwardhana adalah penganut agama Siwa Buddha, aliran keagamaan perpaduan Hindu dan Buddha. Dari agama yang dianut luluhurnya inilah, Kertanegara membangun Candi Jago yang mencerminkan perpaduan dua agama.
Pembangunan Candi Jago berlangsung sejak tahun 1268 M sampai tahun 1280 M, walaupun dibangun sejak masa pemerintahan Raja Kertanegara Singasari, disebut dalam kitab Negarakertagama maupun Pararaton Candi Jago selama tahun 1359 M merupakan salah satu tempat keagamaan yang sering dikunjungi Raja Hayam Wuruk, dari Kerajaan Majapahit.
Candi Jago terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, tepatnya 22 km ke arah timur dari Kota Malang. Karena letaknya di Desa Tumpang, candi ini sering juga disebut Candi Tumpang.
Penduduk setempat menyebutnya Cungkup. Menurut kitab Negarakertagama dan Pararaton, nama candi ini yang sebenarnya adalah Jajaghu.
Arca-arca pada Candi jago, sebagian berada di Museum Pusat Jakarta dan sebagian lagi berada di British Museum London. Pada candi induk dahulu terdapat arca Amoghapasa yang dikelilingi oleh para pengikutnya, yaitu Bhrakuti, Sudhanakumara, dan Syamantara.
Para ahli berpendapat, arca Amoghapasa ini adalah arca perwujudan dari Raja Jaya Wisnuwardhana. Candi Jago berbentuk segi empat, luasnya 23 x 14 m. Atap candi sudah hilang, sehingga tinggi bangunan aslinya tidak dapat diketahui dengan pasti.
Baca Juga: 7 Tingkatan Kehidupan di Candi Cetho, Gunung Lawu, Karanganyar
Diperkirakan, tingginya mencapai 15 m. Bangunan candi menghadap ke barat, berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dan kaki candi yang terdiri atas 3 teras bertingkat, makin ke atas, teras kaki candi makin mengecil.