Kompleks Percandian Dieng, Merekam Jejak Budaya India di Rumah Para Dewa

13 Maret 2023, 19:35 WIB
Candi Bima Dieng, merekam jejak kebudayaan India di tempat para dewa /kemendikbud.go.id/

KARANGANYARNEWS- Kompleks Percandian Dieng berada pada ketinggian 2.000 m dpl, mempesona dengan jejak peradaban dan pemandangan alamnya.

Dieng berasal  dari bahasa Jawa Kuno di dan hyang. Kata di berarti tempat (gunung) dan hyang bermakna leluhur (dewa), jadi Dieng (dihyang) adalah  tempat para dewa atau leluhur, di sinilah terekam jejak budaya India.

Dalam konsep Hindu, candi adalah replika Gunung Mahameru, tempat para dewa. Disamping itu, Gunung Kailasa adalah gunung suci tempat Dewa Siwa bertahta, dan Dieng (Dihyang) yang berada di dataran tinggi dengan pemandangannya yang elok, layak diibaratkan gunung suci tempat para dewa seperti Gunung Mahameru dan Kailasa India.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Candi Sari, Candi Bertingkat Wihara Buddha

Dilansir  KaranganyarNews.com dari Kemendikmud.go.id, di dataran tinggi Dieng telah ditemukan 22 prasasti berbahasa Jawa Kuno berisi gambaran mengenai Dieng sebagai pusat kegiatan keagamaan (pemujaan).

Salah satunya, prasasti Kuti berangka tahun 809 M yang menyebutkan tentang Gunung Dihyang sebagai pusat kegiatan keagamaan masa Jawa Kuno.

Di dataran tinggi Dieng, banyak dijumpai jejak kegiatan keagamaan masyarakat Jawa Kuno waktu itu, berupa bangunan suci (candi) dan juga bangunan profan untuk tempat para pejiarah atau jemaat.

Baca Juga: 7 Fakta Mengagumkan dan Tak Mungkin Terulang Candi Bororobudur

Di dalam bentuk bangunan suci (candi) inilah jejak budaya India terekam di tempat para dewa ini, baik budaya India utara maupun India selatan.  Candi Dieng diberi nama tokoh pewayangan, menurut Bernet Kempers, ahli purbakala Belanda, nama tersebut diberikan pada abad 19.

Saat ini di Dieng tinggal 9 candi yang tersisa, yaitu  Candi Bima, Candi Dwarawati, Candi Gatutkaca, Candi Setyaki serta Kelompok Candi Arjuna yang terdiri Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Semar.

Jejak India di Tempat Para Dewa

Pengaruh India nampak sekali di candi Dieng, salah satunya di Candi Bima. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk atap yang dipengaruhi oleh dua gaya India.

Baca Juga: Misteri Relief Ditimbun 13.000 Meter Kubik Batu di Kaki Candi Borobudur, Benarkah Porno?

Gaya India utara tampak pada atap yang berbentuk menara tinggi (sikhara), sedangkan gaya India selatan ditunjukkan adanya atap bertingkat dengan menara-menara sudut dan relung bentuk tapal kuda dengan hiasan arca kudu.

Meskipun masih terpengaruh gaya India, namun hal itu menjadi satu keistimewaan yang dimiliki oleh Candi Bima, karena sampai saat ini gabungan dua gaya itu hanya dijumpai pada candi tersebut.

Sayangnya keterawatan Candi Bima cukup mengkhawatirkan, karena pengaruh uap belerang menyebabkan batu-batu penyusun candi menjadi sangat rapuh.

Baca Juga: Pasar Klithikan Pakuncen Yogyakarta, Surga Pencari dan Kolektor Barang Jadul

Candi lainnya yang menunjukkan pengaruh India adalah Candi Arjuna. Pengaruh India masih kental di Candi Arjuna, terlihat dari bentuk atap yang bertingkat dan menara-menara di setiap tingkatan atap.

Keistimewaan lain di Candi Arjuna adalah adanya spout makara di bawah relung dinding utara. Makara tersebut untuk mengalirkan air suci  dari bilik utama.

Candi Semar yang juga dibangun pada abad VII-VIII, menunjukkan pula pengaruh India. Candi ini mengambil bentuk bangunan mandapa yang berfungsi sebagai tempat para peziarah dalam acara prosesi keagamaan.

Candi-candi yang dibangun kemudian seperti Candi Srikandi, mulai memunjukkan gaya lokal dengan mulai terlihatnya relung di tubuh candi dan menara atap.

Baca Juga: Candi Jago Bukti Kehebatan Toleransi Raja Kertanegara Singasari

Perkembangan gaya selanjutnya dapat dirunut melalui candi Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Dwarawati relung dan menara atap semakin terlihat jelas. Sedangkan gaya lokal Dieng, ditunjukkan oleh Candi Gatutkaca dengan relung yang sangat tegas dan atap yang menyatu dengan bangunan.

Candi-candi lain seperti Candi Parikesit, Candi Antareja, Candi Nakula, dan Candi Sadewa hanya tinggal nama atau tinggal berupa pondasi candi. Namun, Candi Setyaki yang terletak di dekat Kompleks Candi Arjuna pada tahun 2008 mulai dipugar.

Meskipun demikian, pemugaran baru sampai pada bagian kaki candi sedangkan bagian tubuh untuk saat ini belum ditemukan. Demikian pula Ondho Budho dan Tuk Bima Lukar, kondisinya sudah tidak lengkap lagi.

Baca Juga: Meruwat Kutukan Hidup di Candi Sukuh Gunung Lawu, Karanganyar

Konon, para peziarah yang datang harus melewati tangga untuk masuk ke kompleks keagamaan (Ondho Budho), kemudian bersuci di pancuran air (Tuk Bimo Lukar) baru menuju ke candi. Sedangkan Bale Kambang dan Gangsiran Aswatama, dahulu sebagai saluran membuang genangan air.

Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, terdapat bangunan pendukung kegiatan keagamaan yaitu dharmasala (tempat dilakukannya persiapan kegiatan upacara keagamaan sebelum dilakukan di candi). Bangunan tersebut terdapat di kompleks Candi Arjuna, berupa pendapa atau bangunan terbuka dari kayu.

Dewa yang dipuja di dataran tinggi Dieng yang terletak di daerah perbatasan Wonosobo dan Banjarnegara (Jawa Tengah), adalah Trimurti, Brahma (pencipta alam semesta), Wisnu (pemelihara isi alam semesta), dan Siwa (pengatur kembalinya isi alam semesta kepada alam keabadian). Ketiga dewa tadi, merupakan dewa-dewa utama dalam agama Hindu.

Baca Juga: Taman Sari Jogja, Eksotika Peninggalan Sejarah Sultan Hamengku Buwono I

Di Jawa, sekte yang paling populer adalah pemujaan terhadap Siwa dan para pendampingnya (Parswadewata). Pemujaan terhadap Siwa di Dieng,  diwujudkan dalam bentuk arca maupun simbolisasinya yang ditempatkan di dalam bilik utama candi (grbagrha), diikuti oleh dewa pendamping yang terdiri dari Durga, Agastya, dan Ganesha.

Siwa digambarkan dalam berbagai perwujudan, yaitu Aniconic digambarkan berupa lingga (simbol laki-laki) yang diletakkan di atas yoni (simbol perempuan), Antropomorfik digambarkan dalam bentuk manusia, contohnya arca Siwa dan Mahaguru, Zoomorfik digambarkan dalam bentuk binatang contohnya arca Nandi.

Dari sekian banyak penggambaran Siwa di Dieng, Siwa Trisirah (Siwa diarcakan berkepala tiga) dan Siwanandisawahanamurti (Siwa diarcakan dengan posisi duduk di atas vahananya, nandi) adalah arca-arca khas Dieng. Disamping bangunan yang ada, beragam arca lepas serta komponen bangunan candi ditemukan di Kompleks Candi Dieng.

Baca Juga: Eksoktik, Rekomended dan Wajib dicoba: Inilah Sensasinya Menginap di 5 Balkondes Sekitar Candi Borobudur

Dalam beberapa tahun terakhir, BPCB Jawa Tengah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara melakukan penataan Kawasan Dataran Tinggi Dieng.

Penataan meliputi pembangunan gedung museum yang baru, konservasi temuan-temuan lepas yang disimpan di dalam museum lama atau Rumah Arca Dieng.  ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler